WORTEL
I.
PENDAHULUAN
Di
Indonesia budidaya wortel pada mulanya hanya terkonsentrasi di Jawa Barat yaitu
daerah Lembang dan Cipanas. Namun dalam perkembangannya menyebar luas ke
daerah-daerah sentra sayuran di Jawa dan Luar Jawa. Berdasarkan hasil survei
pertanian produksi tanaman sayuran di Indonesia (BPS, 1991) luas areal panen
wortel nasional mencapai 13.398 hektar yang tersebar di 16 propinsi yaitu; Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Lampung, Bali, NTT, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya.
Wortel
merupakan bahan pangan (sayuran) yang digemari dan dapat dijangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat. Bahkan mengkonsumsi wortel sangat dianjurkan, terutama
untuk menghadapi masalah kekurangan vitamin A. Dalam setiap 100 gram bahan
mengandung 12.000 S.I vitamin A.
Merupakan
bahan pangan bergizi tinggi, harga murah dan mudah mendapatkannya. Selain
sebagai "gudang vitamin A serta nutrisi", juga berkhasiat untuk
penyakit dan memelihara kecantikan. Wortel ini mengandung enzim pencernaan dan
berfungsi diuretik. Meminum segelas sari daun wortel segar ditambah garam dan
sesendok teh sari jeruk nipis berkhasiat untuk mengantisipasi pembentukkan
endapan dalam saluran kencing, memperkuat mata, paru-paru, jantung dan hati.
Bahkan dengan hanya mengunyah daun wortel dapat menyembuhkan luka-luka dalam
mulut/nafas bau, gusi berdarah dan sariawan (Perdana,2009).
II.
ISI
A.
Taksonomi,
Asal dan Penyebaran Tanaman
1.
Asal
Wortel (daucus carrota L. ) bukan merupakan
tanaman asli dari Indonesia. Afganistan daianggap segbagai pusat asal wortel,
karena di wilayah ini ditemukan keragaman terbesar kerabat liarnya. Tipe liar
ditemukan juga di wilayah barat daya Asia dan wilayah timur Mediterania, yang
dianggap sebagai pusat keragaman dan domestika sekunder. Budidaya wortel telah
dapat dirunut hingga abad ke -10 di Asia kecil. Varian wortel dengan warna umbi
ungu dan kuning di introduksikan ke Eropa mungkin pada abad ke-11. Introduksi
ke India dan Cina terjadi pada abad ke-13 atau ke-14 dan ke Jepang sekitar abad
ke-17 (Rubatzky and Mas, 1998).
Gambar 1 Wortel Liar
2.
Taksonomi
dan Domestikasi
Wortel liar Daucus carota var. carota yang juga dikenal sebagai Tali Ratu, diyakini sebagai nenek
moyang woetel hingga kini. Tanaaman ini adalah tanaman setahun yang mudah
disilangkan dengan wortel budidaya, sehingga mengkontaminasi produksi benih
wortel. Spesies wortel liar lain adalah D.
maritimus, D. Commutatis, D. hispanicus, D. gummifer, D. fontanessi, D.
bocconei, dan D. major (Rubatzky
and Mas, 1998).
Umbi wortel terdapat
dalam berbagai ukuran dan bentuk. Wortel primitif memiliki kandungan antosianin
dan memiliki jaringan umbi berwarna ungu. Mutan wortel berumbi kuning lebih
disukai daripada ungu. Wortel dengan daging berwarna putih atau jingga dapat
diperoleh setelah seleksi berulang – ulang dari tipe kuning. Pemuliaan selama
abad ke-17 di Belandameningkatkan kehalusan akar yang menyebabkan wortel
berwarna kuning menjadi kultivar lokasl (landrace)
yang dikenal sebagai tipe Long Orange dan tipe Horn. Kulitivar ini merupakan
dasar bagi banyak plasma nutfah wortel modern. Diperkirakan bahwa perkembangan
wortel yang dibudidayakan terbentuk lebih banyak melalui mutasi dan seleksi
daripada melalui persilangan dengan plasma nutfah liar (Rubatzky and Mas,
1998).
Gambar 2Variasi warna pada beberapa kultivar
wortel
Pemisahan tipe akar
utama diterapkan pada kultivar Eropa dan kultivar Asia. Umumnya, kultivar Eropa
bertekstur keras, manis, beraroma tajam, berwarna jingga kekuningan hingga
jingga tua, bolting lambat, dan dapat
menyesuaikan diri dengan suhu dingin. Kultivar yang ditanam di Asia bertekstur
agak lunak, kurang manis, dan beraroma lemah, mudah bolting, beradaptasi dengan suhu panas, dan umbinya sering berwarna
merah terang atau jingga kemerahan (Rubatzky and Mas, 1998).
Suhu rendah kurang dari
5°C
cenderung mempercepat induksi bunga. Lamanya pemaparan terhadap suhu rendah
beragam dari beberapa minggu hingga 12 minggu untuk kultivar yang tahan
bolting. Pada beberapa kultivar tropika, bolting dapat diinduksi pada suhu
kurang dari 15°C.
Jika dilakukan secara ketat, pembuangan tanaman yang berbunga dini dalam
produksi benih dapat menurunkan jumlah tanaman berbunga dini pada generasi
berikutnya. Umumnya, kultivar zona iklim sedang adalah dua tahunan, sedangkan
kultivar tropika menunjukkan pola pertumbuhansetahun dan ditanamm pad kondisi
hari pendek. Karena ditanam di daerah lintang rendah, tipe tropika lebih
menukai hari pendek (Rubatzky and Mas, 1998).
3.
Botani
Tanaman wortel
membentuk daun roset dan daun akar tunggan lumbung besar berdaging selama tahun
pertama. Batangnya yang sangat tertekan, hamper lircakram pada pertumbuhan
tahun pertama dengan tinggi daun 25 – 60 cm. Daun yang muncul dari batang
memiliki tangkai daun panjang yang membesar, dan lir-upih pada pangkal lekatnya.
Lembar daunnya tebagi secara berulang dengan segmen lembar daun kecil, sempit,
dan sangat terbelah. Tanaman yang memiliki tajuk besar umumnya menghasilkan
akar besar, tetapi memerlukan waktu pertumbuhan yang lebih lama, sedangkan
kultivar bertajuk kecil menghasilkan akar kecil, tetapi periode pertumbuhannya
lebih singkat (Rubatzky and Mas, 1998).
Akar tunggang, awalnya
panjang, ramping, tumbuh vertical, mulai memanjang dengan cepat dan mencapai
panjang potensialnya dalam waktu 12 – 24 hari setelah berkecambah. Hasil
meningkat sesuai dengan panjang akar. Akar yang panjangnya lebih dari 30 cm
sulit dipanen dan ditangani. Akar tunggang terdiri atas jaringan hipokotil dan
akar primer. Akar serabut tidak terdapatr pada bagian atas hipokotil dan akar
primer. Akar serabut tidak terdapat pada bagian atas hipokotil, tetapi akar
serabut yang sangat halus dan amat bercabang, dalam jumlah banyak, tumbuh dari
bagian bawah akar tunggang. Beberapa akar tunggang dapat mencapai kedalaman
lebih dari 75 cm. Secara anatomis, akar ini terdiri atas jaringan xilem dan
floem primer dengan bagian cambium yang menghubunkan keduanya dalam suatu
lingkaran. Kambium ini menghasilkan xilem sekunder ke arah dalam dan floem
sekunder ke arah luar. Untuk mendapatkan kualitas yang layak pangan yang baik,
akar ini idealnya haruse memiliki xilem yang minimum, relatif terhadap korteks
(floem), dan dengan perbedaan warna yang minimum antara kedua jaringan ini.
Warna jaringan xilem biasanya lebih terang daripada floem (Rubatzky and Mas,
1998).
Pada potongan membujur,
peridermis adalah jaringan terluar. Ke arah dalam tumbuh jaringan floem,
cambium dan xilem. Kantong minyak dalam ruang antarsel perisikel mengandung
minyak esensial yang menyebabkan bau dan aroma khas wortel. Akar tunggang
menyimpan sukrosa dan gula lain dalam jumlah yang cukup banyak. Umbi biasanya
berbentuk kerucut terbalik, tetapi dapat juga berbentuk silinder, bundar atau
bentuk antaranya. Pada bagian terbesar, diameter umbi beragam dari 1 cm hingga
lebih dari 10 cm. Panjang akar berkisar antara 5 cm hingga lebih dari 50 cm;
umumnya antara 10 dan 20 cm. Antosianin menyebabkan umbi berwarna ungu
kemerahan. Alfa dan beta karoten berturut – turut menyebabkan warna kuning dan
jingga, adalah pigmen karatenoid utama. Beta karoten biasanya mencapai
sedikitnya 50% dari kandungan wortel karatenoid; nisbah alfa- terhadap beta-
karoten biasanya sekitar 1 : 2. Warna merah pada kultivar tertentu disebabkan
oleh likopen. Karatenoid tidak tersebar merata dalam umbi. Pembentukan karoten
berlangsung dari jaringan ujung proksimal ke ujung distal akar tunggang.
Jaringan floem biasanya mengandung pigmen sekitar 30% lebih banyak daripada
jaringan xilem (Rubatzky and Mas, 1998).
Perbedaan kandungan
karoten juga dipengaruhi oleh suhu, kematangan tanaman dan oleh kultivar.
Kandungan karoten pada kultivar wortel yang paling banyak ditanam berkisar dari
60 hingga lebih dari 120 µg/g bobot segar. Jumlah likopen pada sebagian besar
wortel agak rendah, kecuali beberapa kultivar yang dagingnya berwarna merah,
seperti tipe kintoki yang terkenal di Jepang (Rubatzky and Mas, 1998).
Pada saat terjadi
bolting, batang memanjang dan menghasilkan banyak cabang kaku. Biasanya
beberapa tangkai bunga terus tumbuh, tingginya berkisar dari 1 hingga 2 meter.
Perbungaan wortel adalah umbel majemuk ujung yang terdiri atas banyak umbelet
dengan bunga kecil – kecil berwarna putih. Umbel dikelilingi oleh kelopak bunga
panjang bercuping dan umbelet juga dikelilingi oleh kelopak daun. Sebuah umbel
besar utama dari suatu tangkai bunga dapat mengandung 50 umbelet, masing –
masing dengan satu bunga. Umbel kedua, ketiga, dan keempat secara prograsif
lebih kecil dan berkembang belakangan. Umbel keempat kurang produktif, dan
bijinya gagal matang secara memadai yang merupakan salah satu penyebab utama
rendahnya kualitas benih. Periode perbungaan dapat berlangsung selama lebih
dari satu bulan. Bunga biasanya berkelamin ganda dengan perilau protrandrous dan mekar mulai dari bagian
terluar ke arah pusat umbel (sentripal) dan penyerbukannya sebagian besar
dengan bantuan serangga. Umbel yang mudah terlihat dan bunga bermadu dapat
menarik serangga. Umbel yang mudah terlihat dan bunga bermadu dapat menarik
serangga. Buah, bertangkap dua (bilocular),
adalah suatu skizokarp ( buah yang tersusun ata beberapa buah yang mudah
terlepas ) (Rubatzky and Mas, 1998).
Ketika matang, tangkai
umbelet terluar melengkung ke dalam dan umbel tampak cekung serta terlihat
mirip sarang burung. Biji pipih, berurat, berduri dan ukurannyasangat beragam,
berkisar dari 500 hingga 1000 biji per gramnya. Pada kultivar dua-tahunan,
tangkai bunga dan bijinya dihasilkan pada tahun kedua, tetapi dengan perencanaa
periode pertumbuhan dan vernalisasi yang tepat, biji dapat dihasilkan dalam 12
hingga 13 bulan (Rubatzky and Mas, 1998).
a.
Tipe
Kultivar
Kultivar wortel
dikelompokkan ke dalam beberapa tipe yang mencerminkan kesamaan morfologis.
Walaupun semua kultivar dapat dijual segar, beberapa kultivar lebih sesuai
untuk pengolahan, dan beberapa kultivar lainnya memiliki kegunaan ganda. Gambar
berikut ini menggambarkan beberapa bentuk dan ukuran relatif dari beberapa
kutivar terkenal.
Gambar 3 Bentuk dan ukuran relatif
bebrapa kultivar wortel)
Negara yang berbeda
menyukai tipe dan warna umbi wortel yang berbeda. Di Jepang, penduduknya jarang
menyantap eortel mentah dan lebih menyukai umbi wortel panjang berwarna jngga
kemerahan berbentuk silinder gemuk. Di Eropa, yang paling disukai adalah kultivar
Nantes dan lir-Nantes kuning-jingga yang agak pendek dan ramping, sedangkan di
Amerika Utara, tipe yang disukai adalah tipe kultivar imperator dengan umbi
panjang berwarna jingga tua (Rubatzky and Mas, 1998).
Penggunaan kultivar
hibrida dalam perdagangan telah meningkat secara nyata. Khususnya untuk tipe
yang dijual segar. Keuntungan utamanya adalah keseragaman ukuran, bentuk, dan
warna. Mandul jantan sitoplasmik (cytoplasmic male sterility – CMS) digunakan
untuk memproduksi kultivar hibrida. Dua sumber CMS yang biasanya digunakan
adalah tanaman dengan benang sari cokelat dan petaloid (struktur bunga yang
mengalami modifikasi menyerupai kelopak bunga). Pada benang sari cokelat,
kemandulan disebabkan tidak berfungsinya benang sari. Sifat mandul ini dikendalikan
oleh sejumlah gen dalam sitoplasma dan sekurang – kurangnya melibatkan dua gen
resesif dengan aksi komplementer. Kemandulan petaloid disebabkan oleh
pembentukan struktur lir-kelopak-bunga di tempat benang sari dan juga
dikendalikan secara sitoplasmik dan sekurang – kurangnya melibatkan dua gen
dominan dengan aksi komplementer(Rubatzky and Mas, 1998).
Selain keseragaman,
tujuan utama yang lain untuk memperbaiki kultivar wortel adalah meningkatkan
laju pertumbuhan, hasil, kehalusan permukaan umbi, dan ketahanan terhadap
retak. Tujuan lain adalah untuk memperbaiki aroma, tekstur, ketahanan, terhadap
bolting dan hama, dan adaptasi terhadap suhu tinggi yang lebih baik, khususnya
di wilayah subtropika don tropika (Rubatzky and Mas, 1998).
b.
Bolting
Kecuali untuk produksi
benih, pembentukan tangkai tidak dikehendaki karena meningkatkan perkembangan
serat pada hati umbi (Xilem). Kepekaan terhadap bolting disebabkan oleh suhu,
kultivar, dan ukuran umbi. Beberapa kultivar memiliki sifat dua-tahunan yang
sangat kuat, dan lebih toleran terhadap suhu rendah yang menginduksi bolting
(Rubatzky and Mas, 1998).
Induksi pembungaan
ditingkatkan melalui pemaparan terhadap suho 10°C atau lebih
rendah selama 6 – 10 minggu. Kepekaan tanaman terhadap vernalisasi beragam
menurut ukuran umbi. Tanaman dengan diameter umbi sedikitnya 6 mm lebih tanggap
terhadap induksi suhu rendah, sedangkan kecambah kecil atau juvenile tidak.
Pada kultivar berumbi besar, fase juvenile berakhir lebih lama. Tanaman muda
juga lebih toleran terhadap suhu rendah dan bunga es daripada tanaman yang
lebih tua. Kultivar yang memiliki sifat setahun lebih mudah membentuk tangkai
bunga pada suhu rendah. Setelah vernalisasi, diperlukan 4 – 5 bulan untuk
menghasilkan biji matang. Kasus bolting dapat dihindari atau dikurangi dengan
penjadwalan tanam yang meminimumkan pemaparan tanaman terhadap suhu rendah yang
terlalu lama. Kultivar berbunga lambat terbukti dapat mengatasi masalah ini
(Rubatzky and Mas, 1998).
B.
Syarat
Tumbuh
Tanaman wortel
menghendaki suhu udara dingin dan lembab. Pertumbuhan akar, dan daun
optium pada suhu 16°C – 21°C. Pada suhu
dibawah 0°C
pertumbuhan berlangsung lambat; tanaman yang diaklimatisasi agak toleran
terhadap bunga es. Suhu yang lebih tinggi dari 21°C cenderung
menyebabkan umbi pendek dan keras, sedangkan suhu kurang dari 16°C
cenderung menghasilkan akar ramping dan panjang. Fluktuasi suhu harian yang
besar mendukung pertumbuhan cepat, dan jika suhu malam cukup dingin, wortel
dapat ditanam di daerah tropis. Pertumbuhan daun tidak terlalu terpengaruh
dengan suhu, dan lebih toleran dengan suhu tinggi daripada pertumbuhan umbi.
Pada suhu lebih tinggi dari 30°C, pertumbuhan berkurang dan aktivitas
umbi sangat buruk akibat berkembangnya aroma yang kuat. Pertumbuhan karoten
dipengaruhi oleh suhu dan optimum pada suhu 16 – 25°C
serta lebih atau lebih rendah maupun lebih tinggi dari kisaran suhun tersebut.
Pembentukan pigmen terjadi setelah pertumbuhan umbi, sehingga umbi muda
berwarna pucat. Dengan pertumbuhan yang terus berlangsung karoten
terakumulasi dan mencapai konsentrasi
maksimum stelah tanaman berumur sekitar 90 – 120 hari. Selanjutnya danpat ajeg
atau perlahan berkurang (Rubatzky and Mas, 1998).
Wortel secara normal
hanya ditanam di daerah tropika garis lintang lebih tinggi (Taiwan atau
Hongkong contohnya) atau pada ketinggian diatas 500 m. Tetapi kultivar –
kultivar tertentu dapat memberikan hasil di daratan rendah tropika dengan
pengurangan suhu malam sedikit saja (sebagai contoh seperti yang yang dapat
diperoleh akibat terjadinya pendinginan malam katabatik di kawasan terkurung
pegunungan) sangat memperbaiki panen. Hasil percobaan varietas wortel di Brunei
pada suhu lingkungannya (rata – rata maksimum dan minimum 35/22°C)
dan pada suhu malam yang diturunkan (35/17°C) adalah umbi wortel
dapat tumbuh dengan baik. Hasil paling optimal terdapat pada suhu malam yang
diturunkan dengan variasi kultivar Taiwan (Known You). Varietas yang dilaporkan
cocok untuk daerakh tropika adalah Early Gem, Danvers Half Long, Early Nanters,
Short’n/sweet, Royal Cross, dan Early Horn (Williams et al., 1993).
Tanah yang ideal untuk
produksi wortel adalah tanah liat berpasir
atau gambut yang dalam, remah, subur, dengan drainase yang baik. Wortel,
khususnya kultivar yang memiliki akar panjang, terpengaruh buruk oleh sifat
tanah dangkal dan padat. Umbi dapat menjadi sangat pendek akibat tanah yang padat;
bentuknya juga terpengaruh (Rubatzky and Mas, 1998). Williams et al. (1993) menambahkan bahwa tanah
geluh berpasir yang teratus baik dibutuhkan untuk wortel, terutama di dataran
rendah. Tanaman wortel juga cocok untuk budidaya di lahan pasir dan hidroponik.
Tanah berat mengakibatkan kematian akar karena kekurangan oksigen, cacat
bentuk, pemuntiran, percabangan dan terbelah.
Cukup sinar matahari (tidak terlindung).
Ketinggian tempat lebih dari 600 m (optimum 1200 – 1500 m) diatas permukaan
laut. Di Indonesia wortel umunya ditanam di dataran
tinggi pada ketinggian 1.000-1.200 m dpl. tetapi dapat pula ditanam di dataran
medium (ketinggian lebih dari 500 m dpl.), produksi dan kualitas kurang
memuaskan (Perdana,2009).
Tipe iklim yang cocok
untuk tanaman wortel adalah daerah beriklim A, B, dan C (menurut Schmidt –
Fergusson) yaitu curah hujan antara 2000–7000 mm/tahun dengan bulan kering
<4,5 bulan/tahun (Putu,2013). Rubatzky dan Mas (1998) menambahkan bahwa
sebagian besar pertanaman wortel memerlukan sekitar 30 – 50 mm air per minggu
atau dari 450 hinggga 600 mm selama satu musim tanam. Ketersediaan air yang
beragam sangat diperlukan karena kelangasan yang rendah menimbulkan aroma umbi
yang terlalu tajam, sedangkan kelengasan tanah yang tinggi dapat menyebaka ubi
membelah atau pecah dan cenderung menghambat perkembangan warna. Penyiapan
Bahan Tanam
C.
Teknik
Budidaya Tanaman
1.
Penyiapan
Bahan Tanaman
Wortel secara umum diperbanyak dengan benih
(biji). Benih wortel dapat diperoleh dari kios/toko saprodi, dan pada
umumnya benih yang dijual adalah benih hibrida. Petani tradisonal di Jawa
Barat banyak menggunakan benih wortel non hybrid yang diproduksi sendiri.
Kebutuhan benih per ha luas lahan berkisar antara 1,5-3 kg benih (setiap 1 gr
benih terdiri atas 200 biji wortel).
Untuk
mendapatkan hasil yang optimal, sumber benih yang menjadi bibit harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a) Tanaman
tunbuh subur dan kuat
b) Bebas
hama dan penyakit ( sehat )
c) Bentuknya
seragam
d) Dari
jenis yang berumur pendek
e) Berproduksi
tinggi
Wortel
diperbanyak secara generative dari biji. Biji wortel dapat dibeli dari took
sarana dan produksi pertanian terdekat, tetapi dapat pula dengan pembenihan
sendiri, terutama atas jenis atau varietas wortel lokan dan non hibrida.
Para
petani di sentra produksi sayuran sudah umum mempraktekan pembenihan
(pembijian) wortel lokal dengan tahap-tahap pekerjaan sebagai berikut :
i.
Pilih
tanaman wortel yang umurnya cukup tua (± 3 bulan), tumbuhnya subur dan sehat.
Bongkar (cabut) tanaman wortel pilihan tadi, kemudian amati umbinya Umbi wortel
yang baik dan sehat jadikan pohon induk, bentuk normal (tidak cacat), warna
kulit mengkilap kuning/jingga dan halus.Potong ujung umbi wortel maksimal
sepertiga bagian, pangkas pula tangkai daun bersama daunnya, sisakan 10 cm yang
lekat pada umbi.
ii.
Siapkan
lahan untuk kebun pembibitan wortel dapat bentuk bedengan-bedengan yang diolah
secara sempurna (dipupuk kandang optimal).
iii.
Buat
lubang tanam dengan alat bantu cangkul/tunggal pada jarak tanam 40-60 cm x
40-60 cm.
iv.
Tanam
umbi wortel pada lubang tanam, padatkan tanahnya perlahan-lahan hingga menutup
bagian leher batang.
v.
Buat
alur-alur dangkal disepanjang barisan tanaman (umbi) wortel sejauh ± 5 cm dari
batang (dalam bentuk lubang pupuk oleh tugal).
vi.
Lakukakan
pemberian pupuk buatan berupa campuran ZA+SP+KCL (1:2:2) sebanyak 10 gr/tanaman,
kemudian pupuk tersebut segera ditutup dengan tanah tipis
vii.
Pelihara
kebun bibit wortel selama ± 3 bulan hingga menghasilkan tangkai buah dan biji
dalam jumlah banyak.
viii.
Petik
tangkai buah wortel yang sudah tua (kering), lalu jemur hingga kering untuk
diambil biji-bijinya
2.
Pengolahan
Lahan
Pengolahan tanah umumnya dilakukan 2 kali yaitu
pengolahan kasar dan penghancuran serta sekaligus pembentukan bedengan.
Kedalaman olah ±30 cm dan tenggang waktu antara pengolahan tanah I dan II
adalah ±7 hari.
Bedengan dibuat dengan ukuran lebar 1-2 m, tinggi 30 cm dan lebar parit 30 cm. Untuk meningkatkan kesuburan tanah, pada saat pengolahan tanah II sekaligus dilakukan pemupukan dasar dengan pupuk organic (pupuk kandang, kompos, bokashi atau pupuk hijau) sebanyak 20-40 ton/ha. Pada saat penanaman diberikan campuran pupuk buatan, terdiri atas Urea 100 kg, TSP 100 kg, dan KCL 30 kg.
Bedengan dibuat dengan ukuran lebar 1-2 m, tinggi 30 cm dan lebar parit 30 cm. Untuk meningkatkan kesuburan tanah, pada saat pengolahan tanah II sekaligus dilakukan pemupukan dasar dengan pupuk organic (pupuk kandang, kompos, bokashi atau pupuk hijau) sebanyak 20-40 ton/ha. Pada saat penanaman diberikan campuran pupuk buatan, terdiri atas Urea 100 kg, TSP 100 kg, dan KCL 30 kg.
Gambar 4 Pembentukan bedengan
|
Berikut
adalah penjelasan secara detail tentangg pengolahan lahan:
Persiapan
Mula-mula
tanah dicangkul sedalam 40 cm, dan diberi pupuk kandang atau kompos sebanyak 15
ton setiap hektarnya. Tanah yang telah diolah itu diratakan dan dibuat alur
sedalam 1 cm dan jarak antara alur 15-20 cm. Areal yang akan dijadikan kebun
wortel, tanahnya diolah cukup dalam dan sempurna, kemudian diberi pupuk kandang
20 ton/ha, baik dicampur maupun menurut larikan sambil meratakan tanah.
Idealnya dipersiapkan dalam bentuk bedengan-bedengan selebar 100 cm dan
langsung dibuat alur-alur/larikan jarak 20 cm, hingga siap ditanam.
Pembukaan
Lahan
Membuka Lahan
Membuka Lahan
i.
Babat
pohon-pohon atau semak-semak maupun tanaman lain yang tidak berguna.
ii.
Bersihkan
lahan dari rumput-rumput liar (gulma), batu kerikil dan sisa tanaman lain.
iii.
Mengolah
Tanah.
iv.
Olah
tanah sedalam 30-40 cm hingga strukturnya gembur dengan alat bantu cangkul,
bajak/traktor.
v.
Biarkan
tanah di kering anginkan selama minimal 15 hari, agar kelak keadaan tanah
benar-benar matang.
3.
Penanaman
Benih ditanam sedalam 2
– 20 cm. Takaran penanaman (1 – 3 juta benih/ha) ditentukan berdasarkan
persentase perkecambahan, kejaguran benih, dan pengaruh kondisi lapangan dan
lingkungan terhadap kemunculan kecambah yang diperkirakan. Penentuan ini
penting karena penjarangan tanaman wortel tidak layak; dengan demikian tujuan kegunaan
tanaman menentukan kerapatan tanaman yang digunakan. Untuk wortel yang dijual
segar, kerapatan tanaman berkisar dari 80 – 100 umbi per m2.
Populasi lapangan untuk kultivar berumbi kecil sebesar , dan kerapatan yang
sama juga digunakan dalam produksi umbi untuk diolah minimum, yaitu potong dan
kupas, yang secara salah kaprah keduanya disebut wortel bayi. Namun, untuk
wortel yang sangat kecil yang dipanen sangat dini, biasanya digunakan kerapatan
5 juta benih/ha. Umbi ini tidak untuk diolah dan hanya diproduksi untuk pasar
tertentu. Untuk kultivar berumbi besar, yang biasanya diolah, kerapatan
lapangan berkisar dari 40 sampai 70 tanaman per m2. Secara umum,
untuk kultivar tertentu, umbi menjadi besar jika populasinya rendah dan kecil
jika ditanam sangat rapat (Rubatzky and Mas, 1998).
Penanaman dilakukan
dalam baris tunggal maupun baris ganda atau secara acak dalam alur yang sempit.
Idealnya, jarak tanam harus menghasilkan jarak antarumbi yang seragam, tetapi
hal ini sulit dicapai walaupun digunakan alat tanam akurat. Untuk menyesuaikan
sebagian besar peralatan panen mekanis, jarak antar baris atau antar alur benih
biasanya kurang dari 10 atau 12 cm (Rubatzky and Mas, 1998).
Penentuan
Pola Tanaman
Tanah kebun dicangkul
sedalam 30-40 cm dan digemburkan. Setelah itu di buat bedengan tanaman selebar
kurang lebih 100 cm dan dibuat guritan dengan jarak kurang lebih 20 cm.
Pembuatan
Lobang Tanam
Tanah diolah sedalam 30-40 cm hingga
strukturnya gembur dengan menggunakan traktor/bajak dan alat cangkul.
(Perdana,2009)
4.
Pemeliharaan
Tanaman
a.
Pemupukan
Tanaman wortel agak
toleran terhadap keasaman tanah; pH yang sesuai adalah antara 5,5 da 7,0.
Pemupukan biasanya dilakukan dengan dosis 75 – 150 kg/ha N, 50 – 100 kg/ha P,
50 – 200 kg/ha K (wortel umumnya menyerap unsur K lebih banyak). Sebagian besar
rekomendasi menganjurkan untuk menghindari kelebihan nitrogen, karena cenderung
merangsang pertumbuhan daun daripada pembesara umbi (Rubatzky and Mas, 1998).
Pengaplikasian
pupuk dapat dilakukan dengan langkah – langkah sebagai beriktu:
1.
Sebarkan
pupuk kandang yang telah matang (jadi) sebanyak 15-20 ton/ha di permukaan
bedengan, kemudian campurkan dengan lapisan tanah atas secara merata. Pada
tanah yang masih subur (bekas kubis atau kentang), pemberian pupuk dapat
ditiadakan.
2.
Ratakan
permukaan bedengan hingga tampak datar dan rapi.
Tanaman wortel (Daucus carota
L.) perlu mendapakan unsur hara yang cukup, maka
pemupukan terhadap tanaman wortel perlu dilakukan, cara pemupukan yang baik adalah dengan
menyebarkan secara merata dalam alur – alur atau garitan – garitan dangkal atau
dimasukkan ke dalam lubang pupuk (tugal) sejauh 5-10 cm dari batang wortel,
kemudian luang tersebut segera ditutup dengan tanah dan disiram atau diairi
hingga cukup basah. Waktu pemberian pupuk susulan dilakukan bersamaan dengan
kegiatan penyiangan, yakni pada saat tanaman wortel berumur 1 bulan. Jenis
pupuk yang digunakan untuk pemupukan susulan adalah Urea atau ZA.
Williams et al. (1993)
menganjurkan perlakuan pemberian pupuk dengan dosis 400 kg/ha pupuk majemuk
12:12:17:2 + UM, 300 kg/ha KCl, 150 kg/ha kiserit dan 100 kg/ha Urea yang diberikan
dalam dosis tinggi selama enam minggu pertama. Pemberian pupuk organic
hendaknya dihindari pada budidaya dataran rendah, tetapi pupuk berserat yang
matang yang memperbaiki pengatusan pada tanah – tanah berat dapat digunakan
pada budidaya musim dingin dan di daerah pegunungan.
b.
Pengapuran
Pengaplikasian Kapur
dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1.
Lakukan
pengapuran bila pH tanah asam di bawah 5 dengan cara menaburkan bahan kapur
seperti Calcit, Dolomit atau Zeagro 1 secara merata di permukaan tanah. Dosis
kapur yang diberikan berkisar antara 0,75-10,24 ton/ha.
2.
Campurkan
kapur dengan lapisan tanah atas (top soil) sambil dibalikan hingga benar-benar
merata. Bila tidak turun hujan, tanah yang telah dikapur sebaiknya disiram
(diairi) hingga cukup basah.
c.
Pengairan
Pemeliharaan
pertama adalah penyiraman, pada
fase awal tanaman wortel (Daucus carota
L.) memerlukan air yang memadai,
sehingga perlu disiram (diairi) secara rutin 1-2 kali sehari, terutama pada
musim kemarau. Cara pengairan (penyiraman) adalah dengan disiram menggunakan
alat bantu gembor (embrat). Cara pemberian air yang lain ialah
dengan jalan menggenangi parit di antara bedengan. Cara seperti ini dapat
dilakukan bila terdapat saluran drainase. Waktu penyiraman sebaiknya pada pagi atau sore hari, saat
suhu udara dan terik matahari tidak terlalu tinggi.
Bila tanaman wortel (Daucus
carota L.)
sudah tumbuh besar, maka pengairan dapat dikurangi. Pengairan harus
diperhatikan agar tanah tidak mengalami kekeringan (Anonim, 2011).
Hasil dan efisiensi
terbaik diperoleh jika pemberian air dilakukan pada saat 40% lengas pada zona
perakaran telah habis (Rubatzky and Mas, 1998). William et al. (1993) berpendapat bahwa wortel harus diairi dengan hati –
hati dan jarnag – jarang di daerah rendah tropika. Konsumsi airnya relatif
rendah dibandingkan tanaman lain. Tanah yang lewat basah akan mengakibatkan
akar cacat bentuk.
d.
Penjarangan
Tanaman yang telah
tumbuh harus segera diseleksi, caranya dengan mencabut tanaman yang lemah atau
kering, dan meninggalkan tanaman yang sehat dan kokoh. Tindakan ini sekaligus
diikuti dengan penjarangan yang berguna untuk memberikan jarak dalam alur dan
menjaga tercukupinya sinar matahari sehingga tanaman tumbuh subur. Penjarangan
menghasilkan alur yang rapi berjarak antara 5- 10 cm. Penjarangan tanaman wortel (Daucus
carota L.)
dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam.
e.
Pembentukan
Bedengan
Pembentukan
Bedengan dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1.
Olah
tanah untuk kedua kalinya dengan cangkul hingga struktur tanah bertambah
gembur.
2.
Buat
bedengan-bedengan dengan ukuran lebar 120-150 cm, tinggi 30-40 cm, jarak antar
bedengan 50-60 cm dan panjang tergantung pada keadaan lahan.
f.
Pembumbunan
Setelah itu, perlu diadakan pembumbunan, yang dilakukan
untuk membersihkan gulma yang dapat mengganggu tanaman pokok. Bibit yang masih
sangat muda menghendaki perlindungan tumbuhan pengganggu antara lain gulma.
Pembumbunan ini juga akan memperbaiki aerasi tanah. Aerasi berkaitan erat
dengan sirkulasi udara dalam tanah. Aerasi tanah yang baik akan menunjang
kehidupan organisme dalam tanah terutama organisme yang menguntungkan misalnya
dekomposer. Dekomposer akan mengurai bahan-bahan organik tanah sehingga siap
digunakan oleh tanaman. Selain itu, pembumbunan akan memperlancar drainase
karena ketinggian tanah akan berbeda sehingga tidak ada genangan. Genangan pada
sekitar batang tanaman dapat merusak akar karena menyebabkan pembusukan akar
tanaman (Noviana, 2011).
g.
Penyiangan
dan Pendangiran
Setelah itu, perlu diadakan penyiangan dan pendangiran, Tujuannya
penyiangan adalah agar tanaman tidak terganggu rumput-rumput liar (gulma) yang tumbuh disekitar kebun.
Gulma tersebut merupakan pesaing tanaman wortel dalam kebutuhan air, sinar
matahari, unsur hara dan lain – lain, sehingga harus disiangi. Waktu penyiangan
biasanya saat tanaman wortel berumur 1 bulan, bersamaan dengan penjarangan
tanaman dan pemupukan. Cara menyiangi yang baik adalah membersihkan rumput liar
dengan alat bantu cangkul atau sekop. Tanah di sekitar digemburkan, kemudian
ditimbunkan ke bagian pangkal batang wortel agar kelak umbinya tertutup oleh
tanah (anonim b, 2010).
h.
Pengendalian
Organisme dan Patogen Penyebab Penyakit
Hama dan penyakit tanaman wortel (Daucus
carota L.)
sangat beragam, contoh hama pada tanaman wortel ialah Ulat tanah (Agrotis
ipsilon Hufn.) yang sering uler lutung (Jawa) atau hileud taneuh (Sunda)
dan “Cutworms” (Inggris). Serangga dewasa berupa kupu – kupu berwarna coklat
tua, bagian sayap depannya bergaris – garis dan terdapat titik putih. Stadium
hama yang merugikan tanaman adalah ulat atau larva. Ciri ulat tanah adalah
bewarna coklat sampai hitam, panjangnya antara 4-5 cm, dan bersembunyi didalam
tanah. Ulat tanah menyerang bagian pucuk atau titik tumbuh tanaman yang masih
muda. Akibat serangan, tanaman layu atau terkulai, terutama pada bagian tanaman
yang dirusak hama. Pengendalian hama secara non kimiawi dapat dilakukan dengan
mengumpulkan ulat pada pagi atau siang hari, dari tempat yang dicurigai bekas
serangannya untuk segera dibunuh, menjaga kebersihan kebun, dan pergiliran
tanaman. Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan
insektida Furadan 3 G atau Indofuran 3 G pada saat tanam atau di semprot
Hostthion 40 EC dan lain – lain pada konsentrasi yang dianjurkan. Berikutnya
adalah Kutu Daun (Aphid, Aphis spp.). Kutu daun dewasa bewarna hijau
sampai hitam, kutu daun ini hidup berkelompok di bawah daun atau pada pucuk
tanaman. Hama ini menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan selnya,
sehingga menyebabkan daun keriting atau abnormal. Kutu daun bersifat polifag, artinya
dapat menyerang berbagai jenis tanaman. Serangan paling berat terjadi pada
musim kemarau. Pengendalian kutu di antara lain dengan mengatur waktu tanam
secara serempak dalam satu hamparan lahan untuk memutuskan siklus hidupnya atau
disemprotkan dengan inteksida yang mangkus seperti Decis 2,5 EC dan lain – lain
yang tetera di labelnya. Contoh berikutnya adalah Lalat atau magot (Psila rosae) Stadium
hama yang sering merusak tanaman wortel (Daucus carota
L.) adalah larvanya. Larva masuk ke
dalam umbi dengan cara menggerek atau melubanginya. Pengendalian hama lalat
antara lain dengan cara pergiliran tanaman dengan jenis yang tidak sefamili
atau disemprot inteksida Decis 2,5 EC dan lain – lain (Anonim c, 2012). Penyakit
yang sering terdapat pada tanaman wortel adalah Bercak daun Cercospora.
Penyebab penyakit bercak daun Cercospora adalah cendawan (jamur) Cercospors
carotae (Pass.) Solheim. Gejalanya dapat berupa timbul bercak – bercak
berwarna coklat muda atau putih dengan pinggiran bewarna coklat tua sampai
hitam pada daun – daun yang sudah tua. Pengendalian yang dapat dilakukan oleh petani adalah
disinfeksi benih dengan larutan fungisida yang mengandung tembaga klorida satu
permil selama 5 menit, pegiliran tanaman dengan jenis lain yang ridak sefamili,
pembersih sisa- sisa tanaman dari sekitar kebun, penyemprotan fungisida yang
mangkus dan sangkil seperti Dithane M-45 0,2%. Penyakit berikutnya adalah
Nematoda bintil akar, penyebabnya adalah mikroorganisme nemtoda Sista (Heterodera
carotae). Gejalanya adalah umbi dan akar tanaman wortel menjadi salah
bentuk, yakni berbenjol – benjol abnormal. pengendalian nematoda antara lain
dengan cara pergiliran tanaman dengan jenis lain yang tidak sefamili, pemberaan
lahan dan penggunaan nematisida seperti Rugby 10 G atau Rhocap 10 G. Contoh
penyakit pada tanaman wortel berikutnya adalah
Busuk Alternaria, disebabkan karena cendawa Alternaria dauci Kuhn.
Gejala serangan dapat dilihat pada daun terjadi bercak – bercak, bewarna coklat
tua sampai hitam yang di kelilingi oleh jaringan berwarna hijau – kuning
(klorotik), pada umbi ada gejala bercak-bercak tidak beraturan bentuknya,
kemudian membusuk berwarna hitam sampai hitam kelam. pengendaliannya sama dengan cara yang
dilakukan pada Cercospora yaitu
disinfeksi benih dengan larutan fungisida yang mengandung tembaga
klorida satu permil selama 5 menit, pegiliran tanaman dengan jenis lain yang
ridak sefamili, pembersih sisa- sisa tanaman dari sekitar kebun, penyemprotan
fungisida yang mangkus dan sangkil seperti Dithane M-45 0,2% (achmadi, 2013).
Gambar 5 Wortel yang terkena dampak lalat
wortel
5.
Panen
dan Penanganan Pasca Panen
Panen wortel tidak
ditentukan oleh fase kematangan tanaman tanaman yang jelas. Pada berbagai
musim, tanaman sering dipanen ketika umbi belum mencapai ukuran yang diharapkan
atau belum memperoleh hasil yang maksimum. Bergantung pada kondisi pertumbuhan
dan kultivar, periode dari penanaman hingga panen dapat kurang dari 70 hari
hingga lebih dari 150 hari. Panen dini dapat dicapai dengan ukuran umbi kecil
dan/atau laju pertubuhan cepat. Kadang – kadang umbi disimpan di lapangan dan
dipanen saat diperlukan. Wortel untuk pengolahan ditanam lebih lama untuk
meningkatkan bobot, warna, dan tingkat kemanisan serta bobot kering. Kandungan
bobot kering yang tinggi berkaitan dengan sifat penyimpanan dan penanganan
lebih baik. Namun, penundaan panen yang berkepanjangan sering dibarengi dengan
meningkatnya pembentukan serat dan aroma yang kuat (Rubatzky and Mas, 1998).
Panen dengan tangan merupakan
pekerjaan yang sulit dan jarang dilakukan kecuali dalam produksi pekarangan
atau dalam skala kecil. Pada salah satu tipe panen mekanis, yaitu umbi digali
dengan mesin, sabuk penggenggam secara bersamaan mennggenggam daun dan mencabut
tanaman dari tanah. Langkah ini diikuti dengan pembuangan daun. Ketika umbi
dimasukkan ke dalam wadah besar atau truk. Daun yang sehat dan kuat adalah
sifat penting untuk panen yang efisien. Namun pertumbuhan daun yang berlebihan
dapat mengganggu efisiensi panen. Dengan tipe mesin pemanen yang lain, daun
terlebih dulu dipotong, kemudian umbi digali dan diangkat dari dalam tanah,
sama dengan panen dan penanganan kentang (Rubatzky and Mas, 1998).
Karena perkembangan
umbi tidak seragam, maka terdapat sebagian besar umbi berukuran kecil dan tak
layak jual. Wortel dengan umbi berbentuk kerucut lebih toleran terhadap kondisi
pertumbuhan dan panen yang tidak sesuai daripada umbi berbentuk silinder,
karena bentuk kerucut secara fisik lebih tahan menembus tanah selama pertumbuhan
dan tidak mudah patah selama dan setelah dipanen. Umbi wortel tanpa tajuk
biasanya ditangani secara tumpukan dan kemudian dipilah – pilah untuk diolah
atau dikemas untuk dijual segar (Rubatzky and Mas, 1998).
Persiapan pascapanen
wortel tanpa daun dapat melalui beberapa cara. Untuk dijual segar, wortel dapat
ditangani dan dipajang dalam onggokan atau dibungkus. Wortel yang ditangani
dalam tumpukan segar dapat dipasarkan setelah dicuci, kebiasaan yang tidak
dilakukan di kebanyakan negara. Wortel yang dicuci dapat dipasarkan setelah
dibungkus dengan kantong plastik kecil dan menjadi sangat popular karena
bungkusan ini dapat mempertahankan kualitas.. Bungkusan plastik tersebut berisi
umbi yang bersih dan relatif seragam (Rubatzky and Mas, 1998).
Walau sangat jarang,
pemasaran wortel berdaun dalam bentuk ikatan masih sering dilakukan. Tujuan
utama dari tidak dibuangnya daun yang sehat dan menarik adalah untuk menunjukan
kesegaran umbi. Biasanya tipe produk yang seperti ini bukan untuk dimakan.
Selama panen, umbi digali dan dicabut dari dalam tanah dengan tangan. Beberapa
tanaman dengan umbi seragam diikat menjadi satu di sekeliling pangkal daun
untuk membentuk sebuah ikatan. Setiap ikatan memiliki jumlah dan bobot ombi
yang hamper sama. Setelah diikat, umbi dicuci untuk membersihkan umbi dari
tanah yang masih melekat. Beberapa ikatan kemudian diletakkan ke dalam wadah dan
didingankan dengan air atau ditambahkan es untuk menurunkan suhu dan respirasi
produk. Wortel harus sesegera mungkin didinginkan hingga 1°C
atau 2°C
untuk mempertahankan kualitas. Mengurangi kelayuan merupakan hal yang sangat
penting bagi wortel ikatan (Rubatzky and Mas, 1998).
a.
Penyimpanan
Wortel terbaik disimpan
pada suhu 0°C
dan RH 95%. Gula meningkat selama penyimpanan pada suhu rendah. Laju respiratif
umbi wortel relatif rendah dibandingkan dengan sayuran lain, dan umbi dapat
disimpan selama beberapa tahun jika kondisi penyimpanannya baik. Dalam kondisi
yang baik ini, wortel yang dibungkus plastik dapat bertahan dan kualitasnya
tetap baik selama 6 – 7 minggu. Namun, wortel ikatan memiliki daya simpan yang
buruk dan kekerasan umbinya mudah menyusut karena kandungan lengasnya terserap
oleh daun. Akibatnya, secara nyata umbi daun umur simpannya menurun. Paling
lama hanya bertahan hingga 7 hari. Penyimpanan pasca panen wortel yang
berbentuk pengolahan minimum dengan dipotong kecil – kecil kemudian dibungkus plastik,
biasanya terbatas hingga kurang dari 20 hari (Rubatzky and Mas, 1998).
Wortel Untingan dapat
disimpan hingga 4 minggu dengan menjaga suhu berkisar di 32°F
dengan kelembaban nisbi sebesar 90 – 95 %. Penyimpanan tersebut berkemungkinan
mengakibatkan hilangnya bobot maksimal sebesar 25%. Pada wortel yang
dihilangkan pucuknya dapat disimpan dari 20 hingga 24 minggu dengan menjaga
suhu berkisar di 32°F dengan kelembaban nisbi sebesar 95%.
Penyimpanan tersebut menimbulkan produksi panas pada wortel sebesar 810
BTU/ton-hari dengan kemungkinan kehilangan bobot maksimal sebesar 20 hingga 35%
(Pantastico, 1984).
Pemaparan terhadap
etilen selama penyimpanan menyebabkan pembentukan rsa pahit oleh senyawa
isokumarin. Oleh karena itu, wortel tidak boleh disimpan bersama dengan
komoditas lain yang menghasilkan etilen, seperti apel, melon, pisang, dsb
(Rubatzky and Mas, 1998).
b.
Kegunaan
dan Komposisi
Wortel sangat dihargai
nilai gizinya karena merupakan sumber pro-vitamin A yang penting, dan
dikonsumsi mentah atau setelah dimasak. Walaupun jarang digunakan, daun muda
yang lembut juga dapat dimakan. Umbi diolah melalui pengalengan, pembekuan dan
pengeringan. Produk bernilai tambah baru yaitu diolah minimum dikenal sebagai
umbi potong dan kupas, dibentuk ulang, atau umbi bayi. Produk ini disiapkan
melalui pemotongan umbi menjadi potongan sepanjang 4 – 7 cm, yang diikuti
dengan pengupasan abrasive dengan mesin yang menhasilkan potongan umbi ramping
kecil yang sesuai untuk bahan pangan kudapan dan kegunaan segar. Umbi wortel
kecil dan/atau muda biasanya juga dijual sebagai umbi bayi dan merupakan produk
khusus yang penting. Kegunaan lain wortel adalah karoten yang diekstrak untuk
pemberi warna margarin, dan sebagai sumber karoten alami. Karoten juga
ditambahkan ke dalam pakan ternak untuk meningkatkan warna kulit dan kuning
telur. Minyak biji wortel diekstrak untuk bahan penambah aroma. Aroma wortel rumit
dan sangat dipengaruhi oleh keberadaan terpenoid volatile yang berkisar dari
lembut hingga tajam bergantung pada kultivar dan kondisi lingkungan. Kadar gula
yang memadai juga penting untuk kemanisan umbi guna memenuhi harapan konsumen
(Rubatzky and Mas, 1998).
D.
Kendala
Budidaya Wortel
1.
Bahaya
Erosi
Ancaman yang timbul pada lahan
budidaya tanaman wortel adalah Bahaya Erosi. Bahaya erosi meliputi kelerengan
dan bahaya erosi. Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan keadaan
lapangan yaitu dengan cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan, erosi
alur dan erosi parit. Pengharkatn kelerengan disajkan pada Tabel (Djaenudin
et.al, 2003):
2.
Kesehatan
Tanah
Produktivitas
wortel mengalami peningkatan sebesar 15.86 t ha-1 pada tahun 2012 dari tahun
sebelumnya yaitu sebesar 14.67 t ha-1 (BPS, 2012). Peningkatan produksi wortel
tersebut menjadikan wortel sebagai komoditas dari sektor pertanian yang cukup
prospektif untuk dikembangkan di Indonesia, namun kualitas umbi yang dihasilkan
didominasi malformasi bentuk pada umbi seperti umbi bercabang (forking)
bengkok dan kerdil yang mengakibatkan penurunan nilai ekonomis. Umbi abnormal
secara umum disebabkan oleh kondisi tanah yang padat, aerasi buruk disertai
kesehatan tanah yang rendah atau biasa disebut hambatan mekanis tanah. Hambatan
mekanis tanah (Mechanical impedance) dipengaruhi oleh mineralogi liat,
bobot isi tanah, tekstur, struktur, kelembapan, dan kandungan bahan organic.
Kondisi tanah tersebut dapat diperbaiki dengan pengolahan tanah yang
berpengaruh pada struktur tanah, kemampuan menahan air, aerasi, infiltrasi,
pembatasan kehilangan unsur hara, suhu dan evaporasi. Pengolahan tanah akan
mengurangi pembentukan panas, membentuk ruang perakaran yang optimum dan
memecah saluran kapiler dalam tanah. Lapisan yang diolah akan mengering dengan
cepat, tetapi kelembaban dibawah dapat terkonservasi dengan baik. Disisi lain
pengolahan tanah membutuhkan input energi yang tinggi dari tenaga manusia,
hewan, bahan bakar dan mesin mekanisasi. Pengolahan tanah yang berlebihan
berpengaruh negatif terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga
diperlukan metode pengolahan yang tepat dalam budidaya tanaman wortel agar
diperoleh cara budidaya tanaman yang berdayaguna dan produktif (Andriani,
et.al., 2013)
III.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Wortel merupakan
tanaman daerah subtropik yang dapat dibudidayakan di daerah tropic seperti
Indonesia dengan dilakukannya beberapa perlakuan agar tanaman dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik. Perlakuan tersebut dapat berupa menaikkan suhu
lingkungan (vernalisasi) agar tanaman mendapatkan suhu yang sesuai untuk
pertumbuhan akar, daun serta proses pembungaan. Selain itu terdapat perlakuan
lain berupa pengolahan tanah, pengairan, penjarangan, pengatur jarak tanam dan
sebagainya.
B.
Saran
Budidaya wortel,
terutama di daerah tropika harus memperhatikan faktor – faktor tumbuh wortel
sepertu suhu, pengairan, tanah, serta nutrisi yang sesuai untuk menciptakan
hasil produksi yang baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmadi, I. 2013. Teknik Budidaya Tanaman Wortel.
<http://indraachmadi.blogspot.com/2013/06/teknik-budidaya-tanaman-wortel.html>. diakses pada 15 Mei 2014.
Anonim (a). 2011. Budidaya Tanaman
Wortel. <http://pertanian-1997.blogspot.com/2011/11/tanaman-wortel.html>. diakses
pada 14 Mei 2014.
Anonim
(b). 2010. Budidaya Wortel. <http://blog.ub.ac.id/2010/05/28/budidaya-wortel/> diakses 14
Mei 2014.
Andriani, P., A. Suryanto, Y. Sugito. 2013. Uji metode pengolahan tanah
terhadap hasil wortel (Daucus carota L.) varietas lokal
Cisarua dan takii hibrida. Jurnal Produksi
Tanaman 1: 442-449.
Djaenudin, D., Marwan H., Subagio H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk teknis evaluasi lahan untuk komoditi
pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Pantastico, E. B. 1984. Postharvest Physiology, Handling, and Utilization
of Tropical, and Sub-Tropical Fruits and Vegetables (Fisiologi pascapanen,
penanganan, dan pemanfaatan buah – buahan dan sayur – sayuran tropika dan sub
tropika, alih bahasa: Kamariyani). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Perdana, D. A. 2009. Budidaya wortel.
<http://dimasadityaperdana.blogspot.com/2009/06/wortel-daucus-carrota-l-i.html> Diakses
pada 16 Mei 2014.
Putu, I. D. 2013.
Budidaya Wortel (Daucus carrota).Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Seumedang.
Rubatzky, V. E.
and Mas Y. 1998. World Vegetables: Principles, Production, and Nutritive Values
(Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi, alih bahasa: Herison). Edisi ke-2.
Penerbit ITB, Bandung.
Williams, C. N.,
J. O. Uzo, and W. T. H. Peregrine. 1993. Vegetables Production in the Tropics
(Produksi Sayuran Daerah Tropika, alih bahasa: Ronoprawiro). Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Comments
Post a Comment